MATERI 3 : LANDASAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM


(LANDASAN FILOSOFIS DALAM PERSPEKTIF ONTOLOGI)


                Istilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa Inggris “phylosophy” yang berasal dari perpaduan dua kata Yunani Purba “philien” yang berarti cinta (love), dan “sophia” (wisdom) yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau love of wisdom (Redja Mudyahardjo, 2001:83). Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yakni sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran). Dua dari lima definisi filsafat yang dikemukakan Titus menunjukkan pengertian di atas: “Phylosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry; … philosophy is a group of theories or system of thought” (Kurniasih dan Tatang Syaripudin, 2007:73). Dalam kaitannya dengan definisi filsafat sebagai proses, Socrates mengemukakan bahwa filsafat adalah cara berpikir secara radikal, menyeluruh, dan mendalam atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.

                Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.

                Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.

                Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara.
2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu?
3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
4) Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
5) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

                Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan, maka dalam penyusunannya harus mengacu pada landasan yang kokoh dan kuat. Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum (makro) atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi juga harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro) yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lainnya yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dengan posisinya yang penting tersebut, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan, akan tetapi harus didasarkan pada berbagai pertimbangan, atau landasan agar dapat dijadikan dasar pijakan dalam menyelenggarakan proses pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya tujuan pendidikan dan pembelajaran secara lebih efisien dan efektif. Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.

                Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu: Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, dan learning theory. Keempat landasan pengembangan di atas dapat digambarkan sebagai berikut:


                   Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut, maka dibuat model yang disebut “an eclectic model of the curriculum and its foundation.”

                Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu: komponen tujuan (aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations). Agar setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan (foundations), yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar. Tyler (1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school purposes), yaitu: “Use of philosophy, studies of learners, suggestions from subject specialist, studies of contemporary life, dan use of psychology of learning”.

                Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.

                Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU no. 20 tahun 2003.

      Pada bahasan kali ini yang menjadi fokus adalah landasan filosifis terutama dari perspektif Ontologi.

                Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta onta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan. (Surajiyo, 2005: 118-119) Terminologi ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada Tahun 1636 M. Untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. (A. Susanto, 2001:91)

                Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori tentang keadaan. Hakikat ialah realitas, realitas ialah kerealan, real artinya kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah. (Ahmad Tafsir, 2003:28)

                Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud)  dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. (A. Susanto, 2001:92)

                Adapun mengenai objek kajian ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas terampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.

                Pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Disini bermakna bahwa adanya pendidikan bermaksud untuk mencapai tujuan, maka dengan ini tujuan menjadi hal penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat membawa anak menuju kepada kedewasaan, dewasa baik dari segi jasmani maupun rohani. (Jalaluddin Abdullah Idi, 1997:104-105)
                Dengan mengetahui makna pendidikan maka makna Ontologi dalam pendidikan itu sendiri merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan dimana sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
                Tanpa pendidikan, manusia tidak mungkin bisa menjalankan tugas dan kewajibannya di dalam kehidupan, pendidikan secara khusus difungsikan untuk menumbuh kembangkan segala potensi kodrat (bawaan) yang ada dalam diri manusia. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa ontologi pendidikan berarti pendidikan dalam hubungannya dengan asal-mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia. Tanpa manusia, pendidikan tak pernah ada.
                Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin diketahui oleh ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?
Suatu pertanyaan:
  1. Obyek apa yang ditelaah ilmu ?
  2. Bagaiman wujud yang hakiki dari obyek tersebut ?
  3. Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. (inilah yang mendasari Ontologi).
                Tujuan menjadi faktor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya memberikan arah ke mana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai acuan dan gambaran dalam memilih dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran, dan sistem evaluasi. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu sehat jasmani rohani, memiliki pengetahuan, sikap dan nilai-nilai, tangguh, dan mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan ini merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pancasila dan  Pembukaan UUD 1945.

                Menurut Nana Sy.Sukmadinata ( 2010:52-56 ) kaitan antara kurikulum dan kelima sila dalam pancasila dalam perspektif ontologi  sebagai berikut :

a.    Ketuhanan Yang Maha Esa
      Melalui sila ini diharapkan setiap manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, menghormati antar pemeluk agama, dan tidak memaksakan suatu agama kepada orang lain.
b.   Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
      Pendidikan tidak membedakan usia, agama serta tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia mempunyai kebebasan dalam menuntut ilmu dan mendapat perlakuan yang sama,kecuali tingkat ketaqwaan seseorang. Manusia Pancasila harus menjiwai, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, sehingga mampu bersikap adil dan beradab dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.    Persatuan Indonesia
      Kecintaan kita terhadap bangsa dan negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila akan menghapus perbedaan suku, agama, ras, warna kulit, dan lain-lain yang dapat menimbulkan perpecahan sektoral. Persatuan yang kokoh dapat menghilangkan pikiran-pikiran yang berbau separatisme atau rasialisme. Sila ketiga ini tidak membatasi golongan untuk belajar, artinya setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
d.   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
      Jika pendidikan ingin maju, maka pendidikan harus dapat menghargai pendapat orang lain, dalam filsafat pendidikan hal ini dikenal dengan aliran progressivisme. UUD 1945 juga mangamanatkan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian untuk mengembangkan sebuah kurikulum diperlukan ide-ide cemerlang dari orang lain.
e.    Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
      Dalam pendidikan, adil mencakup seluruh aspek kehidupan anak. Oleh sebab itu, dalam struktur kurikulum harus ada materi yang mengandung unsur agama, pengetahuan umum, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, teknologi, bahasa, dan unsur-unsur  lain yang relevan serta memang diperlukan bagi anak untuk kehidupannya kelak. Dalam proses pembelajaran, guru tidak boleh membeda-bedakan peserta didik, guru harus bersikap adil dalam memberikan nilai kepada peserta didik. 

       Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkum konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya terhadap pendidikan sebagai berikut:



          Filsafat memegang peranan penting dalam penyusunan & pengembangan kurikulum. Sama halnya dalam Filsafat Pendidikan, dikenal ada beberapa aliran filsafat, diantaranya perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.
  1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
  2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
  3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
  4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
  5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
                Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.




Referensi :
Hand out revisi landasan pengembangan kurikulum UPI
Ornstein, Allan C. and Francois P. Hunkins. TT.Curricullum, Foundations, Principles, and Issues.   Boston: Pearson.







Pertanyaan :
1.  Menurut anda, apakah landasan ontologi dapat berdiri sendiri sebagai landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum saat ini?tlong berikan penjelasan 

2. Jelaskan bagaimana implikasi dari penerapan landasan filosofis bagi guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan, dan para pembuat kebijakan pendidikan baik di tingkat pusat maupun daerah!

3. Menurut anda tercermin dari komponen pengembangan kurikulum mana sajakah landasan filosofis selain dari tujuan?berikan penjelasan detail 




Comments

  1. menurut saya Ilmu filsafat (epistemologi,ontologi, dan aksiologi) ini mengkaji hal yang berbeda tetapi dalam satu objek yang sama. sehingga jika salah satunya tidak dipergunakan maka ilmu tidak dapat diserap dgn baik. misalnya contoh jika tak ada epistemologi dalam ilmu pengetahuan bagaimana bisa seseorang membedakan mana ketumbar dan merica jika dia tak pernah belajar tentang bumbu dapur? jika ontologi ditiadakan bagaimana cara dokter dapat menyembuhkan pasien jika obyek yang ingin ia kaji tak dia ketahui? jika aksiologi ditiadakan bagaimana seseorang bisa mengatakan seorang pencuri itu jahat atau baik? nah darisinilah asal muasal yang jika didalam pendidikan tidak ada ketiga filsafat ini akan mengakibatkan kesenjangan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih atas tanggapan ari rina, saya mengapresiasi jawaban saudara, bahwa ketiga persepsi filsafat itu tidak saling terlepas satu sama lain. bisakah rina memberikan contohnya dalam kegiatan pembelajaran kimia agar saya dapat menerapkannya di sekolah nantinya?

      Delete
    2. Saya setuju dengan Rina, ketiga cabang filsafat seperti (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi) tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang sama namun makna serta penerapannya berbeda. Ontologi mengenai objek apa yang diteliti. Dalam komponen kurikulum pendidikan seperti tujuan pendidikan apa yang hendak dicapai. Epistemologi mengenai hakikat pengetahuan yakni bagaimana memperoleh sumber pengetahuan, bagaimana metode pengajarannya. Dalam komponen kurikulum pendidikan mengacu pada isi pelajaran dan metode pengajaran. Kalau aksiologi mengenai cara manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan. Dalam pengembangan kurikulum mengacu bagaimana cara siswa mencapai tujuan pembelajarannya

      Delete
    3. Saya sependapat dengan saudari rifani mengenai implementasi/contoh penerapan filsafat ini, jika dikaitkan dengan pembelajaran kimia,
      Ontologi mengenai objek, yang diteliti, tujuan apa yang ingin dicapai
      Epistemologi mengenai hakikat pengetahuan, mengacu pada isi (materi kimia) metode pengajarannya
      Aksiologi mengenai cara manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan, mengacu bagaimana cara siswa mencapai tujuan pembelajarannya pada materi kimia tersebut.

      Delete
    4. terimakasih atas tanggapan dari sugeng, dan fany telah membantu saya memahami mengenai keterkaitan antara 3 persepsi filsafat yakni ontologi, axiologi, dan epistemologi. serta caontoh dari sugeng yakni contoh penerapan landasan tersebut dalam pembelajaran kmia
      Ontologi mengenai objek, yang diteliti, tujuan apa yang ingin dicapai
      Epistemologi mengenai hakikat pengetahuan, mengacu pada isi (materi kimia) metode pengajarannya
      Aksiologi mengenai cara manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan, mengacu bagaimana cara siswa mencapai tujuan pembelajarannya pada materi kimia tersebut.

      Delete
    5. ketiga cabang filsafat seperti (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi) tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang sama namun makna serta penerapannya berbeda. Ontologi mengenai objek apa yang diteliti. Dalam komponen kurikulum pendidikan seperti tujuan pendidikan apa yang hendak dicapai. Epistemologi mengenai hakikat pengetahuan yakni bagaimana memperoleh sumber pengetahuan, bagaimana metode pengajarannya.

      Delete
  2. untuk menjawab pertanyaan ketiga, landasan filosofis (ontologi) ini tercermin dari komponen kurikulum metode/strategi dan evaluasi. dimana dasar ontologis dari ilmu pendidikan ini mengkaji manusia yang seutuhnya. Objek material ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik. Agar pendidikan dalam praktek, terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribadi pula, terlepas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif maka menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas factor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. sehingga dari sikap dan cara guru memperlakukan siswa inilah yang mencerminkan adanya komponen metode/strategi, dan jika diakhir ada sikap guru yang dirasa kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran maka guru tersebut atau siswa yg harus dievaluasi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. mampahkan pendapat kak rina mengenai permasalahn ini menurut saya cerminana ontologi secara nyata dapat dibuktikan di dunia pendidikan contohnya pada sebagian SMA, mata pelajaran yang berpokok pangkal pada idea, seperti kesusastraan umpamanya, masih dianggap oleh sebagian masyarakat mempunyai derajat lebih tinggi. Seluruh kurikulum berisi macam-macam mata pelajaran yang telah diatur dan ditetapkan secara hierarki. Di SMA terdapat pula mata pelajaran yang isinya mengandung idea dan konsep-konsep. Pada tingkatan universitas, pandangan kaum idealis ini lebih jelas lagi penerapannya. Pengetahuan seni budaya adalah bidang studi yang mempersiapkan bahan pemikiran dan kebebasan berpikir. Bidang studi yang dianggap penting adalah mata kuliah yang bersifat teoritis, abstrak dan simbolis.

      Delete
  3. menurut saya soal nomor 3 selain ditujuan dapat juga ditemukan di si/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations).
    Tujuan menjadi faktor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya memberikan arah ke mana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai acuan dan gambaran dalam memilih dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran, dan sistem evaluasi. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu sehat jasmani rohani, memiliki pengetahuan, sikap dan nilai-nilai, tangguh, dan mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan ini merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
    Filsafat memegang peranan penting dalam penyusunan & pengembangan kurikulum. Sama halnya dalam Filsafat Pendidikan, dikenal ada beberapa aliran filsafat, diantaranya perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.
    Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih atas tanggapannya, saya mengapresiasi tanggapan dari tri yakin dari dalam semua komponen kurikulum berlandaskan filsafat, mengenai aliran filsafat yang tri sebutkan diatas aliran mana yang saat ini indonesia terapkan dan bisakah tri memberikan masukan agar alliran ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya?

      Delete
  4. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan.
    Implikasi dari penerapan filosofis mungkin,
    Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. baikal terimakasih atas aspirasinya, saya mengapresiasi jawaban dari esa yakni bagaimana Implikasi dari penerapan filosofis mungkin, Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan. nah contoh konretnya yang bisa diterapkan dilapangan apa kira-kira?

      Delete
  5. Menjawab pertanyaan saudari rini bahwa implementasi dari penerapan landasan filosofis dalam meningkatkan kualitas pendidikan tentu perlu ditunjang dengan peningkatan profesionalisme dan karakter guru serta tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan saat ini. Dan filsafat ilmu merupakan landasan yang dapat memberikan arahan, juga motivasi dalam rangka peningkatan kinerja guru maupun peningkatan penyusunan konsep atau program-program pembelajaran secara menyeluruh dan berkesinambungan.

    Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :

    Relasi sesama manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relationship) Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif. Orang dewasa yang berperan sebagai pendidik (educator). Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student) Tujuan pendidikan (educational aims and objectives) Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution).

    ka pendidik tidak bersikap afektif utuh akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil Tes Hasil Belajar summatif, NEM (Nilai Ebtanas Murni) atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi, juga menjadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.

    ReplyDelete
  6. Menurut dian. Ontologi tidak bisa berdiri sendiri. Ada 3 filsafat umum dalam pendidikan yaitu onotologi, epistimologi dan aksiologi. Nah dari 3 filsafat umum itu saling berkaitan satu sama lain. Ontologi mempelajari tentang apa yang di telaah oleh ilmu. Epistimologi mempelajri bagaimana proses pengetahuan itu dan aksiologi mempelajari apa manfaat dari suatu ilmu. Jadi dalam pendidikan terutama dalam pengembangan kurikulum landasan filsafat pasti menjadi pandangan dalam proses pengembangan kurikulum yang terdiri dari 4 komponen. Yaitu tujuan isi metode dan evaluasi. Jadi 3 landasan filsafat umum ini tidak dapat terpisah atau berdiri sendiri2

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya setuju dengan tanggapan dian bahwa Ontologi tidak bisa berdiri sendiri. Ada 3 filsafat umum dalam pendidikan yaitu onotologi, epistimologi dan aksiologi. Nah dari 3 filsafat umum itu saling berkaitan satu sama lain. Ontologi mempelajari tentang apa yang di telaah oleh ilmu. Epistimologi mempelajri bagaimana proses pengetahuan itu dan aksiologi mempelajari apa manfaat dari suatu ilmu. Jadi dalam pendidikan terutama dalam pengembangan kurikulum landasan filsafat pasti menjadi pandangan dalam proses pengembangan kurikulum yang terdiri dari 4 komponen. Yaitu tujuan isi metode dan evaluasi. Jadi 3 landasan filsafat umum ini tidak dapat terpisah atau berdiri sendiri2

      Delete
  7. saya akan menjawab permaslahan yang ketiga, menurut saya cerminan ontologi secara nyata dapat dibuktikan di dunia pendidikan contohnya di SMA, pada mata pelajaran yang berpokok pangkal pada ide, landasan filosofis (ontologi) ini tercermin dari komponen kurikulum metode/strategi dan evaluasi. dimana dasar ontologis dari ilmu pendidikan ini mengkaji manusia yang seutuhnya. Objek material ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik.

    ReplyDelete
  8. Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan.

    ReplyDelete
  9. Saya setuju dengan teman-teman diatas, ketiga cabang filsafat seperti (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi) tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang sama namun makna serta penerapannya berbeda. Ontologi mengenai objek apa yang diteliti. Dalam komponen kurikulum pendidikan seperti tujuan pendidikan apa yang hendak dicapai. kesemuanya satu kesatuan yang mempunyai peranaan masing-masing.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts