MATERI 3 : LANDASAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM
(LANDASAN FILOSOFIS
DALAM PERSPEKTIF ONTOLOGI)
Istilah
filsafat adalah terjemahan dari bahasa Inggris “phylosophy” yang berasal dari
perpaduan dua kata Yunani Purba “philien” yang berarti cinta (love), dan
“sophia” (wisdom) yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi
filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau love of wisdom (Redja
Mudyahardjo, 2001:83). Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian,
yakni sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori
atau pemikiran). Dua dari lima definisi filsafat yang dikemukakan Titus
menunjukkan pengertian di atas: “Phylosophy is a method of reflective
thinking and reasoned inquiry; … philosophy is a group of theories or system of
thought” (Kurniasih dan Tatang Syaripudin, 2007:73). Dalam kaitannya dengan
definisi filsafat sebagai proses, Socrates mengemukakan bahwa filsafat adalah
cara berpikir secara radikal, menyeluruh, dan mendalam atau cara berpikir yang
mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Sistematika filsafat secara
garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau
teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi
atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan
pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna
pengetahuan. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam
memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga
teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja
berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai
teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana
kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa
objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan
daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang
pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan
perkembangannya.
Filsafat
pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat
untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian filsafat memiliki
manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian
sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982)
mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1) Filsafat pendidikan dapat
menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah?
Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah
yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara.
2) Dengan adanya tujuan pendidikan
yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas
tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus
diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu?
3) Filsafat dan tujuan pendidikan
memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
4) Tujuan pendidikan memungkinkan si
pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
5) Tujuan pendidikan memberikan
motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.
Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam
seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam
pendidikan, maka dalam penyusunannya harus mengacu pada landasan yang kokoh dan
kuat. Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun
kurikulum (makro) atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai
kurikulum ideal, akan tetapi juga harus dipahami dan dijadikan dasar
pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro) yaitu para pengawas
pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lainnya yang terkait dengan
tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen
dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Dengan posisinya yang penting tersebut, maka penyusunan dan
pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan, akan tetapi
harus didasarkan pada berbagai pertimbangan, atau landasan agar dapat dijadikan
dasar pijakan dalam menyelenggarakan proses pendidikan, sehingga dapat
memfasilitasi tercapainya tujuan pendidikan dan pembelajaran secara lebih
efisien dan efektif. Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan
sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau
titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu: Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, dan learning theory. Keempat landasan pengembangan di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Dengan berpedoman pada empat
landasan tersebut, maka dibuat model yang disebut “an eclectic model of the
curriculum and its foundation.”
Kurikulum
sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu: komponen tujuan (aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan komponen
evaluasi (evaluations). Agar setiap
komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu
ditopang oleh sejumlah landasan (foundations),
yaitu landasan filosofis
sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik),
dan teori-teori belajar. Tyler (1988) mengemukakan pandangan yang erat
kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school
purposes), yaitu: “Use of philosophy, studies of learners, suggestions
from subject specialist, studies of contemporary life, dan use of psychology of
learning”.
Kurikulum
pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa,
maka kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau
pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan
yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat
negara yang dianutnya.
Kurikulum
baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun kurikulum
sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan
yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan
sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam
rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU no. 20 tahun
2003.
Pada bahasan kali ini yang menjadi fokus adalah landasan
filosifis terutama dari perspektif Ontologi.
Istilah
ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta
onta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu
pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran
tentang keberadaan. (Surajiyo, 2005: 118-119) Terminologi ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada Tahun 1636 M. Untuk menamai teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian
Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika
khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. (A.
Susanto, 2001:91)
Bidang
pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada yang mungkin ada, yang
boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat
pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori tentang
keadaan. Hakikat ialah realitas, realitas ialah kerealan, real artinya
kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya,
keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu,
bukan keadaan yang berubah. (Ahmad Tafsir, 2003:28)
Ontologi
menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang
berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam
rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. (A. Susanto, 2001:92)
Adapun
mengenai objek kajian ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum,
ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi
dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek
formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif,
realitas terampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism,
paralerisme atau plurarisme.
Pendidikan
adalah suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Disini bermakna bahwa adanya
pendidikan bermaksud untuk mencapai tujuan, maka dengan ini tujuan menjadi hal
penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pendidikan dapat membawa anak menuju kepada kedewasaan, dewasa baik dari segi
jasmani maupun rohani. (Jalaluddin Abdullah Idi, 1997:104-105)
Dengan
mengetahui makna pendidikan maka makna Ontologi dalam pendidikan itu sendiri
merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Berisi mengenai
hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin
diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan
adalah objek materi pendidikan dimana sisi yang mengatur seluruh kegiatan
kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi
landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang
dasarnya dunia ilmu.
Tanpa pendidikan, manusia tidak
mungkin bisa menjalankan tugas dan kewajibannya di dalam kehidupan, pendidikan
secara khusus difungsikan untuk menumbuh kembangkan segala potensi kodrat
(bawaan) yang ada dalam diri manusia. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa
ontologi pendidikan berarti pendidikan dalam hubungannya dengan asal-mula,
eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia. Tanpa manusia, pendidikan tak pernah
ada.
Ontologi membahas tentang apa
yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin diketahui oleh ilmu? atau dengan
perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?
Suatu pertanyaan:
- Obyek apa yang ditelaah
ilmu ?
- Bagaiman wujud yang
hakiki dari obyek tersebut ?
- Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. (inilah yang mendasari Ontologi).
Tujuan
menjadi faktor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya memberikan
arah ke mana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai acuan dan gambaran
dalam memilih dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran, dan sistem
evaluasi. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang
utuh, yaitu sehat jasmani rohani, memiliki pengetahuan, sikap dan nilai-nilai,
tangguh, dan mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri,
agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan ini merupakan penjabaran
dari tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
Menurut Nana Sy.Sukmadinata (
2010:52-56 ) kaitan antara kurikulum dan kelima sila dalam pancasila dalam perspektif
ontologi sebagai berikut :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Melalui sila ini diharapkan
setiap manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu dengan
menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, menghormati
antar pemeluk agama, dan tidak memaksakan suatu agama kepada orang lain.
b. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Pendidikan tidak membedakan
usia, agama serta tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia
mempunyai kebebasan dalam menuntut ilmu dan mendapat perlakuan yang
sama,kecuali tingkat ketaqwaan seseorang. Manusia Pancasila harus menjiwai,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, sehingga mampu bersikap adil
dan beradab dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Persatuan Indonesia
Kecintaan kita terhadap
bangsa dan negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila akan menghapus
perbedaan suku, agama, ras, warna kulit, dan lain-lain yang dapat menimbulkan
perpecahan sektoral. Persatuan yang kokoh dapat menghilangkan pikiran-pikiran
yang berbau separatisme atau rasialisme. Sila ketiga ini tidak membatasi
golongan untuk belajar, artinya setiap warga negara berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
Jika pendidikan ingin maju,
maka pendidikan harus dapat menghargai pendapat orang lain, dalam filsafat
pendidikan hal ini dikenal dengan aliran progressivisme. UUD 1945 juga
mangamanatkan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun
tulisan. Dengan demikian untuk mengembangkan sebuah kurikulum diperlukan
ide-ide cemerlang dari orang lain.
e. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Dalam pendidikan, adil
mencakup seluruh aspek kehidupan anak. Oleh sebab itu, dalam struktur kurikulum
harus ada materi yang mengandung unsur agama, pengetahuan umum, pengetahuan
alam, pengetahuan sosial, teknologi, bahasa, dan unsur-unsur lain yang
relevan serta memang diperlukan bagi anak untuk kehidupannya kelak. Dalam
proses pembelajaran, guru tidak boleh membeda-bedakan peserta didik, guru harus
bersikap adil dalam memberikan nilai kepada peserta didik.
Menurut Redja Mudyahardjo
(1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya
dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada
khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo
(2001) merangkum konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya
terhadap pendidikan sebagai berikut:
Filsafat memegang peranan penting dalam penyusunan &
pengembangan kurikulum. Sama halnya dalam Filsafat Pendidikan, dikenal ada
beberapa aliran filsafat, diantaranya perenialisme, essensialisme,
eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.
- Perenialisme lebih menekankan pada
keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan
dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
- Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta
didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika,
sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi
kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
- Eksistensialisme menekankan pada individu
sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami
kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
- Progresivisme menekankan pada pentingnya
melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi
pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi
pengembangan belajar peserta didik aktif.
- Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut
dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa
depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan
masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil
belajar dari pada proses.
Aliran
Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara,
filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model
Kurikulum Interaksional.
Referensi :
Hand out revisi landasan pengembangan kurikulum UPI
Ornstein, Allan C. and Francois P. Hunkins. TT.Curricullum,
Foundations, Principles, and Issues. Boston:
Pearson.
Pertanyaan :
1. Menurut
anda, apakah landasan ontologi dapat berdiri sendiri sebagai landasan filosofis
dalam pengembangan kurikulum saat ini?tlong berikan penjelasan
2. Jelaskan
bagaimana implikasi dari penerapan landasan filosofis bagi guru, kepala
sekolah, pengawas pendidikan, dan para pembuat kebijakan pendidikan baik di
tingkat pusat maupun daerah!
3. Menurut anda tercermin dari komponen
pengembangan kurikulum mana sajakah landasan filosofis selain dari
tujuan?berikan penjelasan detail
menurut saya Ilmu filsafat (epistemologi,ontologi, dan aksiologi) ini mengkaji hal yang berbeda tetapi dalam satu objek yang sama. sehingga jika salah satunya tidak dipergunakan maka ilmu tidak dapat diserap dgn baik. misalnya contoh jika tak ada epistemologi dalam ilmu pengetahuan bagaimana bisa seseorang membedakan mana ketumbar dan merica jika dia tak pernah belajar tentang bumbu dapur? jika ontologi ditiadakan bagaimana cara dokter dapat menyembuhkan pasien jika obyek yang ingin ia kaji tak dia ketahui? jika aksiologi ditiadakan bagaimana seseorang bisa mengatakan seorang pencuri itu jahat atau baik? nah darisinilah asal muasal yang jika didalam pendidikan tidak ada ketiga filsafat ini akan mengakibatkan kesenjangan.
ReplyDeleteterimakasih atas tanggapan ari rina, saya mengapresiasi jawaban saudara, bahwa ketiga persepsi filsafat itu tidak saling terlepas satu sama lain. bisakah rina memberikan contohnya dalam kegiatan pembelajaran kimia agar saya dapat menerapkannya di sekolah nantinya?
DeleteSaya setuju dengan Rina, ketiga cabang filsafat seperti (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi) tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang sama namun makna serta penerapannya berbeda. Ontologi mengenai objek apa yang diteliti. Dalam komponen kurikulum pendidikan seperti tujuan pendidikan apa yang hendak dicapai. Epistemologi mengenai hakikat pengetahuan yakni bagaimana memperoleh sumber pengetahuan, bagaimana metode pengajarannya. Dalam komponen kurikulum pendidikan mengacu pada isi pelajaran dan metode pengajaran. Kalau aksiologi mengenai cara manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan. Dalam pengembangan kurikulum mengacu bagaimana cara siswa mencapai tujuan pembelajarannya
DeleteSaya sependapat dengan saudari rifani mengenai implementasi/contoh penerapan filsafat ini, jika dikaitkan dengan pembelajaran kimia,
DeleteOntologi mengenai objek, yang diteliti, tujuan apa yang ingin dicapai
Epistemologi mengenai hakikat pengetahuan, mengacu pada isi (materi kimia) metode pengajarannya
Aksiologi mengenai cara manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan, mengacu bagaimana cara siswa mencapai tujuan pembelajarannya pada materi kimia tersebut.
terimakasih atas tanggapan dari sugeng, dan fany telah membantu saya memahami mengenai keterkaitan antara 3 persepsi filsafat yakni ontologi, axiologi, dan epistemologi. serta caontoh dari sugeng yakni contoh penerapan landasan tersebut dalam pembelajaran kmia
DeleteOntologi mengenai objek, yang diteliti, tujuan apa yang ingin dicapai
Epistemologi mengenai hakikat pengetahuan, mengacu pada isi (materi kimia) metode pengajarannya
Aksiologi mengenai cara manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan, mengacu bagaimana cara siswa mencapai tujuan pembelajarannya pada materi kimia tersebut.
ketiga cabang filsafat seperti (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi) tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang sama namun makna serta penerapannya berbeda. Ontologi mengenai objek apa yang diteliti. Dalam komponen kurikulum pendidikan seperti tujuan pendidikan apa yang hendak dicapai. Epistemologi mengenai hakikat pengetahuan yakni bagaimana memperoleh sumber pengetahuan, bagaimana metode pengajarannya.
Deleteuntuk menjawab pertanyaan ketiga, landasan filosofis (ontologi) ini tercermin dari komponen kurikulum metode/strategi dan evaluasi. dimana dasar ontologis dari ilmu pendidikan ini mengkaji manusia yang seutuhnya. Objek material ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik. Agar pendidikan dalam praktek, terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribadi pula, terlepas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif maka menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas factor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. sehingga dari sikap dan cara guru memperlakukan siswa inilah yang mencerminkan adanya komponen metode/strategi, dan jika diakhir ada sikap guru yang dirasa kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran maka guru tersebut atau siswa yg harus dievaluasi.
ReplyDeletemampahkan pendapat kak rina mengenai permasalahn ini menurut saya cerminana ontologi secara nyata dapat dibuktikan di dunia pendidikan contohnya pada sebagian SMA, mata pelajaran yang berpokok pangkal pada idea, seperti kesusastraan umpamanya, masih dianggap oleh sebagian masyarakat mempunyai derajat lebih tinggi. Seluruh kurikulum berisi macam-macam mata pelajaran yang telah diatur dan ditetapkan secara hierarki. Di SMA terdapat pula mata pelajaran yang isinya mengandung idea dan konsep-konsep. Pada tingkatan universitas, pandangan kaum idealis ini lebih jelas lagi penerapannya. Pengetahuan seni budaya adalah bidang studi yang mempersiapkan bahan pemikiran dan kebebasan berpikir. Bidang studi yang dianggap penting adalah mata kuliah yang bersifat teoritis, abstrak dan simbolis.
Deletemenurut saya soal nomor 3 selain ditujuan dapat juga ditemukan di si/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations).
ReplyDeleteTujuan menjadi faktor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya memberikan arah ke mana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai acuan dan gambaran dalam memilih dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran, dan sistem evaluasi. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu sehat jasmani rohani, memiliki pengetahuan, sikap dan nilai-nilai, tangguh, dan mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan ini merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
Filsafat memegang peranan penting dalam penyusunan & pengembangan kurikulum. Sama halnya dalam Filsafat Pendidikan, dikenal ada beberapa aliran filsafat, diantaranya perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
terimakasih atas tanggapannya, saya mengapresiasi tanggapan dari tri yakin dari dalam semua komponen kurikulum berlandaskan filsafat, mengenai aliran filsafat yang tri sebutkan diatas aliran mana yang saat ini indonesia terapkan dan bisakah tri memberikan masukan agar alliran ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya?
DeleteFilsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan.
ReplyDeleteImplikasi dari penerapan filosofis mungkin,
Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
baikal terimakasih atas aspirasinya, saya mengapresiasi jawaban dari esa yakni bagaimana Implikasi dari penerapan filosofis mungkin, Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan. nah contoh konretnya yang bisa diterapkan dilapangan apa kira-kira?
DeleteMenjawab pertanyaan saudari rini bahwa implementasi dari penerapan landasan filosofis dalam meningkatkan kualitas pendidikan tentu perlu ditunjang dengan peningkatan profesionalisme dan karakter guru serta tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan saat ini. Dan filsafat ilmu merupakan landasan yang dapat memberikan arahan, juga motivasi dalam rangka peningkatan kinerja guru maupun peningkatan penyusunan konsep atau program-program pembelajaran secara menyeluruh dan berkesinambungan.
ReplyDeleteImplikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :
Relasi sesama manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relationship) Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif. Orang dewasa yang berperan sebagai pendidik (educator). Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student) Tujuan pendidikan (educational aims and objectives) Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution).
ka pendidik tidak bersikap afektif utuh akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil Tes Hasil Belajar summatif, NEM (Nilai Ebtanas Murni) atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi, juga menjadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.
Menurut dian. Ontologi tidak bisa berdiri sendiri. Ada 3 filsafat umum dalam pendidikan yaitu onotologi, epistimologi dan aksiologi. Nah dari 3 filsafat umum itu saling berkaitan satu sama lain. Ontologi mempelajari tentang apa yang di telaah oleh ilmu. Epistimologi mempelajri bagaimana proses pengetahuan itu dan aksiologi mempelajari apa manfaat dari suatu ilmu. Jadi dalam pendidikan terutama dalam pengembangan kurikulum landasan filsafat pasti menjadi pandangan dalam proses pengembangan kurikulum yang terdiri dari 4 komponen. Yaitu tujuan isi metode dan evaluasi. Jadi 3 landasan filsafat umum ini tidak dapat terpisah atau berdiri sendiri2
ReplyDeletesaya setuju dengan tanggapan dian bahwa Ontologi tidak bisa berdiri sendiri. Ada 3 filsafat umum dalam pendidikan yaitu onotologi, epistimologi dan aksiologi. Nah dari 3 filsafat umum itu saling berkaitan satu sama lain. Ontologi mempelajari tentang apa yang di telaah oleh ilmu. Epistimologi mempelajri bagaimana proses pengetahuan itu dan aksiologi mempelajari apa manfaat dari suatu ilmu. Jadi dalam pendidikan terutama dalam pengembangan kurikulum landasan filsafat pasti menjadi pandangan dalam proses pengembangan kurikulum yang terdiri dari 4 komponen. Yaitu tujuan isi metode dan evaluasi. Jadi 3 landasan filsafat umum ini tidak dapat terpisah atau berdiri sendiri2
Deletesaya akan menjawab permaslahan yang ketiga, menurut saya cerminan ontologi secara nyata dapat dibuktikan di dunia pendidikan contohnya di SMA, pada mata pelajaran yang berpokok pangkal pada ide, landasan filosofis (ontologi) ini tercermin dari komponen kurikulum metode/strategi dan evaluasi. dimana dasar ontologis dari ilmu pendidikan ini mengkaji manusia yang seutuhnya. Objek material ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik.
ReplyDeleteSekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan.
ReplyDeleteSaya setuju dengan teman-teman diatas, ketiga cabang filsafat seperti (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi) tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang sama namun makna serta penerapannya berbeda. Ontologi mengenai objek apa yang diteliti. Dalam komponen kurikulum pendidikan seperti tujuan pendidikan apa yang hendak dicapai. kesemuanya satu kesatuan yang mempunyai peranaan masing-masing.
ReplyDelete