MATERI 6 : PROSES PEMBELAJARAN KIMIA ABAD 21
Pembelajaran
abad 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi abad 21 dimana
kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berkembang begitu cepat
memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pada proses
belajar mengajar. Salah satu contoh kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi
memiliki pengaruh terhadap proses pembelajaran ialah peserta didik diberi
kesempatan dan dituntut untuk mampu mengembangkan kecakapannya dalam menguasai
teknologi informasi dan komunikasi – khususnya komputer, sehingga peserta didik
memiliki kemampuan dalam menggunakan teknologi pada proses pembelajaran yang
bertujuan untuk mencapai kecakapan berpikir dan belajar peserta didik.
Selain
itu, sistem pembelajaran abad 21 merupakan suatu peralihan pembelajaran dimana
kurikulum yang dikembangkan saat ini menuntut sekolah untuk merubah pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada pendidik (teacher-centered learning) menjadi
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered
learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan dimana peserta didik
harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar. Kecakapan-kecakapan tersebut
diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah (problem solving), berpikir
kritis, kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi. Semua kecakapan ini bisa
dimiliki oleh peserta didik apabila pendidik mampu mengembangkan rencana
pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta didik untuk
berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong peserta didik
untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap rencana
pembelajaran yang dibuatnya.
Pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik berbeda dengan pembelajaran yang berpusat pada
pendidik, berikut karakter pembelajaran abad 21 yang sering disebut sebagai 4
C, yaitu:
1. Communication
Pada
karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan
komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan,
dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya
untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan
teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah dari pendidiknya.
Abad 21
adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas wilayah negara dengan
menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih. Internet sangat membantu
manusia dalam berkomunikasi. Saat ini begitu banyak media sosial yang digunakan
sebagai sarana untuk berkomunikasi. Melalui smartphone yang dimilikinya, dalam
hitungan detik, manusia dapat dengan mudah terhubung ke seluruh dunia.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud
dapat dipahami. Sedangkan Wikipedia dinyatakan bahwa komunikasi adalah “suatu
proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan
masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan
lingkungan dan orang lain”.
Komunikasi
tidak lepas dari adanya interaksi antara dua pihak. Komunikasi memerlukan seni,
harus tahu dengan siapa berkomunikasi, kapan waktu yang tepat untuk
berkomunikasi, dan bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi bisa
dilakukan baik secara lisan, tulisan, atau melalui simbol yang dipahami oleh
pihak-pihak yang berkomunikasi. Komunikasi dilakukan pada lingkungan yang
beragam, mulai di rumah, sekolah, dan masyarakat. Komunikasi bisa menjadi
sarana untuk semakin merekatkan hubungan antar manusia, tetapi sebaliknya bisa
menjadi sumber masalah ketika terjadi miskomunikasi atau komunikasi kurang berjalan
dengan baik. Penguasaan bahasa menjadi sangat penting dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang berjalan dengan baik tidak lepas dari adanya penguasaan bahasa
yang baik antara komunikator dan komunikan.
Kegiatan
pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk melatih dan
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, baik komunikasi antara siswa dengan
guru, maupun komunikasi antarsesama siswa. Ketika siswa merespon penjelasan
guru, bertanya, menjawab pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut
adalah merupakan sebuah komunikasi.
2. Collaboration
Pada
karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama
berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai peran dan
tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati
pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan
tanggungjawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan
hubungan masyarakat, menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk
diri sendiri dan orang lain, memaklumi kerancuan.
Pembelajaran
secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi dan
bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan
mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian, melalui kolaborasi akan
tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab, dan kepedulian
antaranggota.
Sukses
bukan hanya dimaknai sebagai sukses individu, tetapi juga sukses bersama,
karena pada dasarnya manusia disamping sebagai seorang individu, juga makhluk
sosial. Saat ini banyak orang yang cerdas secara intelektual, tetapi kurang
mampu bekerja dalam tim, kurang mampu mengendalikan emosi, dan memiliki ego
yang tinggi. Hal ini tentunya akan menghambat jalan menuju kesuksesannya,
karena menurut hasil penelitian Harvard University, kesuksesan seseorang
ditentukan oleh 20% hard skill dan 80% soft skiil. Kolaborasi merupakan
gambaran seseorang yang memiliki soft skill yang matang.
3. Critical Thinking and Problem Solving
Pada
karakter ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal
dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit, memahami interkoneksi antara
sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk
berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, peserta
didik juga memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa,
dan menyelesaikan masalah.
Kegiatan
pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut melalui penerapan
pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah, penyelesaian masalah,
dan pembelajaran berbasis projek.
Guru
jangan risih atau merasa terganggu ketika ada siswa yang kritis, banyak
bertanya, dan sering mengeluarkan pendapat. Hal tersebut sebagai wujud rasa
ingin tahunya yang tinggi. Hal yang perlu dilakukan guru adalah memberikan
kesempatan secara bebas dan bertanggung bertanggung jawab kepada setiap siswa
untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. Guru mengajak siswa untuk
menyimpulkan dan membuat refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyaan pada
level HOTS dan jawaban terbuka pun sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan
berpikir kritis siswa.
4. Creativity and Innovation
Pada
karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan,
melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap
terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
Guru perlu
membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Kembangkan
budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau prestasi siswa. Hal ini
bertujuan untuk memotivasi siswa untuk terus meningkatkan prestasinya. Tentu
kita ingat dengan Pak Tino Sidin, yang mengisi acara menggambar atau melukis di
TVRI sekian tahun silam. Beliau selalu berkata “bagus” terhadap apapun kondisi
hasil karya anak-anak didiknya. Hal tersebut perlu dicontoh oleh guru-guru masa
kini agar siswa merasa dihargai.
Peran guru
hanya sebagai fasilitator dan membimbing setiap siswa dalam belajar, karena
pada dasarnya setiap siswa adalah unik. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan
oleh Howard Gardner bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Ada delapan
jenis kecerdasan majemuk, yaitu; (1) kecerdasan matematika-logika, (2)
kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan musikal, (4) kecerdasan kinestetis, (5)
kecerdasan visual-spasial, (6) kecerdasan intrapersonal, (7) kecerdasan
interpersonal, dan (8) kecerdasan naturalis.
Lalu
bagaimana peran sekolah? Peranan sekolah dalam penerapan pembelajaran Abad 21
antara lain: a) Meningkatkan kebijakan & rencana sekolah untuk
mengembangkan keterampilan baru; b) Mengembangkan arahan baru kurikulum; c)
Melaksanakan strategi pengajaran yang baru dan relevan, dan d) Membentuk
kemitraan sekolah di tingkat regional, nasional dan internasional
Pendidik berperan sangat penting (Fuad Hasan), karena
sebaik apa pun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung mutu
pendidik yang memenuhi syarat maka semuanya akan sia-sia. Sebaliknya, dengan
pendidik yang bermutu maka kurikulum dan sistem yang tidak baik akan tertopang.
Keberadaan pendidik bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun
dengan teknologi canggih. Alat dan media pendidikan, sarana prasarana,
multimedia dan teknologi hanyalah media atau alat yang hanya digunakan sebagai
rekan dalam proses pembelajaran.
Oleh
karena itu, pendidik dan tenaga kependidikan perlu memiliki kualifikasi yang
dipersyaratkan, kompetensi yang terstandar serta mampu mendukung dan
menyelenggarakan pendidikan secara profesional. Khususnya guru sangat menetukan
kualitas output dan outcome yang dihasilkan oleh sekolah karena dialah yang
merencanakan pembelajaran, menjalankan rencana pembelajaran yang telah dibuat
sekaligus menilai pembelajaran yang telah dilakukan (Baker&Popham,2005:28).
Selain
itu, menurut Nasution (2005:77) bahwa pendidik
merupakan orang yang paling bertanggung jawab untuk menyediakan
lingkungan yang paling serasi agar terjadi proses belajar yang efektif. Dengan
demikian, apabila pedidik melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik maka
output yang dihasilkan akan baik. Sebaliknya, apabila pendidik tidak
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik maka output yang dihasilkan tidak
akan berkualitas.
Hal senada
juga dikemukakan oleh Yulianto (2006:1), pendidik merupakan salah satu faktor
kunci yang ikut menentukan arah kualitas pendidikan. Peran pendidik tidak bisa
dihilangkan begitu saja. Apalagi, pendidik bukan semata-mata hanya mengajar
tetapi dia juga mendidik. Sebagai pengajar, pendidik tidak hanya berperan dalam
menyampaikan ilmu tapi juga berkewajiban melakukan evaluasi, mengelola kelas,
mengembangkan perangkat pembelajaran dll.
Selain
itu, Samani (1996) mengemukakan empat prasyarat agar seorang pendidik dapat
profesional. Masing-masing adalah kemampuan pendidik mengolah/menyiasati
kurikulum, kemampuan pendidik mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan,
kemampuan pendidik memotivasi siswa untuk belajar sendiri dan kemampuan
pendidik untuk mengintegrasikan berbagai bidang studi/mata pelajaran menjadi
kesatuan konsep yang utuh.
Selanjutnya
menurut Djojonegoro (1996) pendidik yang bermutu paling tidak memiliki empat
kriteria utama, yaitu kemampuan profesional, upaya profesional, waktu yang
dicurahkan untuk kegiatan profesional dan kesesuaian antara keahlian dan
pekerjaannya. Kemampuan profesional meliputi kemampuan intelegensi, sikap dan
prestasi kerjanya. Upaya profesional adalah upaya seorang pendidik untuk
mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan
mendidik dan mengajar secara nyata. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan
profesional menunjukkan intensitas waktu dari seorang pendidik yang
dikonsentrasikan untuk tugas-tugas profesinya. Pendidik yang bermutu ialah
mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk
itu pendidik harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan
maupun metodologi mengajarnya.
Bagaimana
ciri guru Abad 21 ? Menurut Ragwan
Alaydrus, S.Psi setidaknya ada 7 Karakteristik Guru Abad 21
1.
Life-long
learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade terus
pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan pengajar lain atau
bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas dengan pengetahuan yang ada,
karena zaman terus berubah dan guru wajib up to date agar dapat mendampingi
siswa berdasarkan kebutuhan mereka.
2.
Kreatif
dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan
inovatif. Guru diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk menyusun
kegiatan di dalam kelas.
3.
Mengoptimalkan
teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21 adalah
blended learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan penggunaan
digital dan online media. Pada pembelajaran abad 21, teknologi bukan sesuatu
yang sifatnya additional, bahkan wajib.
4. Reflektif. Guru yang reflektif
adalah guru yang mampu menggunakan penilaian hasil belajar untuk meningkatkan
kualitas mengajarnya. Guru yang reflektif mengetahui kapan strategi mengajarnya
kurang optimal untuk membantu siswa mencapai keberhasilan belajar. Ada berapa
guru yang tak pernah peka bahkan setelah mengajar bertahun-tahun bahwa
pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang reflektif mampu
mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa, bukan malah terus menyalahkan
kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran
5. Kolaboratif. Ini adalah salah satu
keunikan pembelajaran abad 21. Guru dapat berkolaborasi dengan siswa dalam
pembelajaran. Selalu ada mutual respect dan kehangatan sehingga pembelajaran
akan lebih menyenangkan. Selain itu guru juga membangun kolaborasi dengan orang
tua melalui komunikasi aktif dalam memantau perkembangan anak.
6. Menerapkan student centered. Ini
adalah salah satu kunci dalam pembelajaran kelas kekinian. Dalam hal ini, siswa
memiliki peran aktif dalam pembelajaran sehingga guru hanya bertindak sebagai
fasilitator. Karenanya, dalam kelas abad 21 metode ceramah tak lagi populer
untuk diterapkan karena lebih banyak mengandalkan komunikasi satu arah antara
guru dan siswa.
7.
Menerapkan
pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini, guru akan
mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa. pengelompokkan siswa di dalam
kelas juga berdasarkan minat serta kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru
menerapkan formative assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan
performanya (tak hanya tes tulis). Tak hanya itu, guru bersama siswa berusaha
untuk mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan suportif untuk
pembelajaran.
Implikasi
dari perubahan paradigma arah pendidikan sendiri yaitu perubahan pembelajaran
di kelas. Pembelajaran abad 21 memiliki beberapa ciri khas yang dijadikan
prinsip. Prinsip-prinsip itu membawa arah perubahan pembelajaran: (1) dari
berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa, (2) dari satu arah menuju
interaktif, (3) dari isolasi menuju lingkungan jejaring, (4) dari pasif menuju
aktif/ menyelidiki, (5) dari maya/ abstrak menuju konteks dunia nyata, (6) dari
pembelajaran individu menuju pembelajaran berbasis tim, (7) dari luas menuju
perilaku khas membudayakan hukum keterikatan, (8) dari stimulasi tunggal menuju
stimulasi dari segala penjuru, (9) dari alat/media tunggal menuju multimedia,
(10) dari hubungan satu arah menuju hubungan bersifat kooperatif, (11) dari
produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, (12) dari usaha sadar tunggal menuju
usaha jamak, (13) dari satu ilmu dan teknologi bergeser menuju pengetahuan
disiplin jamak, (14) dari control terpusat menuju otonomi dan kepercayaan, (15)
dari pemikiran faktual menuju kritis dan (16) dari penyempaian pengetahuan
menuju pertukaran pengetahuan. (Mukminan, 2014: 4,2014: 7;BSNP,2010: 48-50).
Guru pada era abad 21 ini dituntut untuk
selalu siap dengan perubahan yang terjadi. Baik perubahan di bidang pendidikan, pembelajaran maupun masyarakat.
Era Abad 21 menyebut guru bukan lagi sebuah pekerjaan, lebih dari itu guru
adalah sebuah profesi. Guru dituntut untuk benar-benar menjadi pribadi yang
professional. Menurut Tilaar (2002: 88) guru yang professional bukan sekedar
sebagai alat transmisi kebudayaan tetapi mentransformasikan kebudayaan itu kea
rah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan,
produktivitas dan kretivitas yang tinggi serta kualitas karya yang dapat
bersaing. Guru profesional tidak sekedar memiliki kecakapan dalam menguasai
ilmu dan metode mengajar. Guru profesional perlu mengembangkan pola pikir yang
dinamis. Perubahan pola pemikiran/ mindset guru merupakan dasar dari revolusi
mental. Sungguh tidak adil jika guru menuntut siswa untuk dapat selalu berubah,
sedangkan sang guru menutup diri terhadap perubahan. Profesor Hariyono mencoba merumuskan
karakteristik guru professional yang siap menghadapi perubahan abad 21 dan
mempersiapkan generasi emas 2045, yakni sebagi berikut:
1.
Guru professional melibatkan dimensi “cinta” dalam merealisasikan strategi
pembelajarannya agar dapat membangkitkan harapan dan cita-cita siswanya.
2.
Guru professional tidak hanya ingin sekedar menguasi bidangnya, namun sadar
bahwa tujuan pendidikan utama adalah
memfasilitasi siswa agar dapat hidup mandiri di masa depan.
3.
Guru Profesional tidak segan merubah atau mereorientasi tujuan pembelajaran
dengan harapan siswa sadar tentang otonomi diri yang berimplikasi pada perannya
sebagai individu dan tujuan hidupnya sebagi manusia.
4. Guru profesional memiliki sikap respek dan
etis terhadap dirinya maupun pada siswa.
5.
Guru Profesional memandang kompetensi pedagogik, professional, sosial dan
pribadi sebagai kesatuan yang utuh, bukan secara terpisah-pisah.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dunia pendidikan memang terus berkembang
dengan segala paradigmanya, dan guru harus terus berinovasi serta survive dalam
mengembangkan pembelajaran bermakna. Siswa tidak hanya perlu diforsir terus
menurus dalam keterampilan akademik saja, namun juga perlu belajar keterampilan
abad 21. Hasil penelitian dari Levin dan Kylloen dalam Pei-Ling Tan (2015)
menunjukkan keberhasilan kerja dipengaruhi oleh 80% keterampilan abad 21
dan keterampilan akademik hanya 20%. Selain itu temuan penelitian Pei-Ling
Tan (2015) sendiri di Singapura bahwa yang sangat
sulit diajak berubah mindsetnya bukan
guru, akan tetapi siswa. Menurut Pei-Ling Tan,
perubahan kurikulum dan perubahan cara mengajar guru yang telah
dilakukan tidak mempengaruhi secara signifikan perubahan mindset siswa. Guru
juga perlu memiikirkan mindset siswa. Mindset siswa selama ini menyatakan
apabila sekolah itu temapt persaingan kemampuan akademik. Pendidikan adalah gerakan, seluruh elemen
masyarakat bertanggung jawab untuk merubah paradigma ini. Sekolah harus bisa
menjadi tempat mengembangkan sumber daya manusia yang dibutuhkan di masa
depan. Sekolah bukanlah sekedar tempat
kompetisi mencari nilai akademuk saja.
Lalu
bagaimana kompetensi siswa pada abad 21 ? Setidaknya ada empat yang harus
dimiliki oleh generasi abad 21, yaitu: ways of thingking, ways of working,
tools for working and skills for living in the word. Bagaimana seorang pendidik
harus mendesain pembelajaran yang akan menghantarkan peserta didik memenuhi
kebutuhan abad 21. Berikut kemampuan abad 21 yang harus dimiliki peserta didik,
yaitu:
1. Way
of thinking, cara berfikir yaitu beberapa kemampuan berfikir yang harus
dikuasai peserta didik untuk menghadapi dunia abad 21. Kemampuan berfikir
tersebut diantaranya: kreatif, berfikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan dan pembelajar.
2.
Ways
of working. kemampuan bagaimana mereka harus bekerja. dengan dunia yang
global dan dunia digital. beberapa kemampuan yang harus dikuasai peserta didik
adalah communication and collaboration.
Generasi abad 21 harus mampu berkomunikasi dengan baik, dengan
menggunakan berbagai metode dan strategi komunikasi. Juga harus mampu
berkolaborasi dan bekerja sama dengan individu maupun komunitas dan jaringan.
Jaringan komunikasi dan kerjasama ini memamfaatkan berbagai cara, metode dan
strategi berbasis ICT. Bagaimana seseorang harus mampu bekerja secara bersama
dengan kemampuan yang berbeda-beda.
3.
Tools
for working. Seseorang harus memiliki dan menguasai alat untuk bekerja.
Penguasaan terhadap Information and communications technology (ICT) and
information literacy merupakan sebuah keharusan. Tanpa ICT dan sumber informasi
yang berbasis segala sumber akan sulit seseorang mengembangkan pekerjaannya.
4.
Skills
for living in the world. kemampuan untuk menjalani kehidupan di abad
21, yaitu: Citizenship, life and career, and personal and social
responsibility. Bagaimana peserta didik harus hidup sebagai warga negara,
kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial.
Melalui
pembelajaran abad 21, setidanya ada dua keterampilan inti yang harus
dkembangkan oleh para para guru yakni: a) Kemampuan menggunakan pengetahuan
matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan, Kewarganegaraan dan lainnya untuk
menjawab tantangan dunia nyata; dan b) Berpikir kritis dan menyelesaikan
masalah, komunikasi dan kerjasama, kreatifitas, kemandirian, dan lainnya.
Referensi :
Alim,
Bahri. (2009). Sistem Pembelajaran Abad 21 dengan “Project Based Learning
(PBL)”.
BSNP.2010.Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta:
Badan Standar Nasional Pendidikan
Coleman,
Hywel.2013.Tantangan Guru Abad ke-21.Makalah disajikan dalam Prosiding
Seminar Nasional Politik
Pendidikan Nasional dalam Tantangan di Universitas negeri Yogyakarta,5 Oktober 2013. Dalam UNY
database, (online), (www.staff.uny.ac.id)
http://dikdasmen.kemdikbud.go.id/index.php/%E2%81%A0%E2%81%A0%E2%81%A0tiga-agenda- penting-implementasi-kurikulum-2013/
Pertanyaan :
1.
Menurut
anda bagaimana implikasi nyata dari proses pembelajaran yang diterapkan abad 21
ini di daerah kita?
2.
Pada zaman revolusi industri 4.0 atau abad 21
ini apakah pembelajaran berbasis multimedia (belajar berbasis internet/IOT) akan
efektif diterapkan di indonesia?jelaskan
3. Menurut
anda adakah dampak negatif dari pembelajaran berbasis multimedia di era
revolusi industri 4.0?jika ada, bagaimana
cara yang bisa guru lakukan agar dampak negatif tsb dapat teratasi?
untuk menanggapi pertanyaan nomor 2, menurut saya masih kurang efektif karena di indonesia masih terdapat penjuru-penjuru daerah yang belum terjamah kemajuan teknologi dan listrik, jadi belum dapat menggunakan pembelajaran berbasis multimedia (belajar berbasis internet/IOT)
ReplyDeletewalaupun begitu Melalui pembelajaran abad 21, setidanya ada dua keterampilan inti yang harus dkembangkan oleh para para guru yakni: a) Kemampuan menggunakan pengetahuan matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan, Kewarganegaraan dan lainnya untuk menjawab tantangan dunia nyata; dan b) Berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, komunikasi dan kerjasama, kreatifitas, kemandirian, dan lainnya.
saya sependapat dengan saudari tri yang berpendapat bahwa masih kurang efektif karena di indonesia masih terdapat penjuru-penjuru daerah yang belum terjamah kemajuan teknologi dan listrik, jadi belum dapat menggunakan pembelajaran berbasis multimedia (belajar berbasis internet/IOT). menurut anda apa solusi yang dapat dilakukan guna meminimalisir kurang efektifnnya proses belajar terutama jika kita sbg guru ditempatkan didaerah terpencil/di desa?
Deletesaya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan abad 21 di desa. OECD (2016:3) menjelaskan bahwa dalam upaya memahami dan terlibat dalam diskusi kritis tentang isu-isu sains dan teknologi, ada tiga kompetensi spesifik dalam literasi sains yang dibutuhkan yaitu menjelaskan fenomena sains secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan atau inkuiri, dan menafsirkan data secara ilmiah. Semua kompetensi tersebut membutuhkan pengetahuan. Menjelaskan fenomena sains dan teknologi secara ilmiah membutuhkan pengetahuan tentang materi sains yang disebut pengetahuan konten (content knowledge), kompetensi kedua dan ketiga membutuhkan lebih dari pengetahuan yang diketahui, yaitu pemahaman tentang bagaimana pengetahuan ilmiah tersebut dibangun dan diyakini. Pengetahuan ini disebut dengan pengetahuan prosedural (procedural knowledge) dan pengetahuan epistemik (epistemic knowledge). Pengetahuan prosedural merupakan standar prosedur yang mendasari metode yang beragam dan praktek yang digunakan untuk membangun pengetahuan ilmiah. Pengetahuan epistemik beberapa menyebutnya sebagai hakekat sains (nature of science) (Lederman, 2006:831), “ide-ide tentang sains” (Millar & Osborne, 1998), atau praktek ilmiah (scientific practices) (NRC, 2012).
Deletedan juga saya akan bekerjasama dengan pihak-pihak tertentu. apalagi Indonesia sendiri telah mewajibkan sekolah 12 tahun
menaggapi pertanyaan tentang implikasi nyata dari proses pembelajaran yang diterapkan abad 21 ini di daerah kita yaitu dengan memanfaatkan potensi yang ada didaerah menjadi suatu bahan untuk proses . disini guru dituntut untuk dapat kreatif dan inovastif sehingga dapat memberikan dampak yang positif terhadap siswa dari pemanfaaatan potensi daerah tersebut.
ReplyDeletesaya sependapat dengan fira bahwa implikasi nyata dari proses pembelajaran yang diterapkan abad 21 ini di daerah kita yaitu dengan memanfaatkan potensi yang ada didaerah menjadi suatu bahan untuk proses . disini guru dituntut untuk dapat kreatif dan inovastif sehingga dapat memberikan dampak yang positif terhadap siswa dari pemanfaaatan potensi daerah tersebut.
Deletesebagai lanjutan, menurut fira potensi daerah apa dan bagaimana cara pemanfaatannya oleh guru contohnya di provinsi jambi?
jika dikhususkan diprovinsi jambi tentu kita harus melihat potensi dari daerah tersebut, misalnya dalam hal industri pangan. banyak sekali potensi yang ada diprovinsi jambi dapat saya contohkan misalnya dikerinci terkenal dengan penghasil kentang sehingga terkenal lah oleh2 khas kerinci adalah dodol kentang. dari sini guru dapat memeberikan pandangan kepada siswa mengenai potensi apa lagi yang dapat dimanfaatkan sehingga dapat menimbulkan nilai ekonomis yang lebih baik. dengan begitu siswa akan terpancing untuk berpikir kritis, kreatif dan inovatif.
DeleteSaya setuju dengan pendapat tri dan fira, bahwa penerapan Industri 4.0 atau abad 21 ini dirasa masih belum efektif diterapkan di negara kita yang masih banyak tertinggal mengenai teknologinya dan lebih baik untuk sumber belajar bisa memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Namun tidak menutup kemungkinan untuk Indonesia menerapkan studi banding untuk siswa daerah tertinggal dengan daerah yang sudah tersedia teknologi hanya untuk memperkenalkan apa itu teknologi dan penggunaannya
ReplyDeletemenanggapi pendapat dari fanny yang sependapat dengan fira dan tri bahwa penerapan Industri 4.0 atau abad 21 ini dirasa masih belum efektif diterapkan di negara kita yang masih banyak tertinggal mengenai teknologinya dan lebih baik untuk sumber belajar bisa memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Namun tidak menutup kemungkinan untuk Indonesia menerapkan studi banding untuk siswa daerah tertinggal dengan daerah yang sudah tersedia teknologi hanya untuk memperkenalkan apa itu teknologi dan penggunaannya. saya sependapat bahwa salah satu contoh yang kegiatan yang dapat dilakukan yakni dengan studi banding, namun jika dana sekolah dan tingkat ekonomi orang tua siswa belum memadai mengingat biaya yang dikeluarkan untuk melakukan studi banding tidak sedikit, adakah solusi lain yang bisa fanny berikan?
Deletesaya setuju dgn syafira dimana implikasi nyata dari pembelajaran abad 21 ini guru dapat memanfaatkan potensi daerah untuk membelajarkan siswa. contoh, guru dapat mengajak anak melakukan eksperimen mengenai manfaat buah bintaro. siswa diajak untUk mengidentifikasi senyawa kimia apa saja yg ada didalamnya, kenapa buah bintaro ini dapat mengusir tikus? nah, dari sinilah siswa dituntut untuk dapat memiliki kemampuan 4c yg ada dalam pembelajaran abad 21
Deleteterimakasih atas tambahannya rina, saya sudah cukup paham sekarang
Deletesaya akan mencoba menjawb permasalahan yang ketiga,
ReplyDeleteAda beberapa tantangan yang membuat dunia pendidikan kita sulit beradaptasi dengan dunia revolusi industri 4.0. Pertama SDM guru dan dosen yang kurang melek dalam literasi teknologi. Mereka disebut “Digital Immigrant” yaitu sebutan sebagai warga pendatang bagi dunia digital. Yang mereka hadapi adalah anak muda yang sudah sangat dekat dunia digital yang kita sebut dengan “Native Digital”. Yaitu, istilah penduduk aseli di dunia digital. Para pendidik merasa kehabisan energy untuk mengejar literasi data dan teknologi karena energy mereka tidak terlalu cukup untuk mengadaptasi dua literasi ini. Akhirnya, pendidik menyerah dan menutupi ketidak mampuan dengan menggunakan “dalil-dalil” konservatif yang dipaksa harus diterima oleh native digital. dan digital native menjadi ketergantungan dengan dunia digital seperti menyelesaikan maslah yang diberikan guru denga googling.
Kedua, literasi teknologi dan data adalah literasi yang sangat luas dan sangat cepat berubah. Data yang deras dan berhamburan di dunia digital membutuhkan energy yang sangat melelahkan untuk dianalisis. Membedakan the truth dan hoax, menelusuri mana yang referenced dan unreferenced, menyimpulkan kebenaran yang single atau yang multiple adalah beberapa kesulitan dalam literasi data. Hal inilah yang membuat pendidik kesulitan untuk move up. Teknologi yang dahulu hanya computer applied sederhana, sekarang sudah menjadi ribuan teknologi yang tidak terkejar oleh pendidik. Android sebagi market leader dalam perangkat lunak telah memberdayakan semua orang untuk berperan serta dalam membangun teknologi perangkat lunak. Hingga produknya sangat banyak dan bervariasi. Begitupun, teknologi hardware yang sangat cepat dan kadang kita tidak bisa berpikir untuk menghentikannya.
Dua inilah tantangan terbesar pendidik dalam mengikuti trend revolusi industri 4.0. Kadang pendidik zaman Old telah melemparkan handuk untuk tidak berpartisipasi di dalamnya dan mempercayakan segala “kemajuan” ini kepada mereka yang muda. Tidak jarang pendidik tua tidak ambisius dalam mengimplementasikan model-model pembelajaran zaman Now, mereka bahkan tidak sedikit yang menyinyiri kemajuan ini. Namun, bagi mereka yang open minded pasti lebih memfasilitasi generasi mudah yang native digital citizen untuk mempelajari lebih dalam dan mereka mengikuti dari belakang.
salah satu solusi untuk menghadapi tantangan ataupun dampak egatif era digital salah satunya dengan penerapan blended learning. Blended learning adalah solusi yang paling tepat diterapkan dalam dunia pendidikan. Blended learning atau sebutan lainnya Hybrid learning adalah sebuah istilah baru dari pembelajaran. Ada tiga pembelajaran yang terjadi dalam pembelajaran kita; (1) face to face learning atau tatap muka, (2) fully online system, yaitu pembelajaran yang 100% menggunakan online dan komputer semacam Computer based Intruction (CBI) dan (3) mencapurkan antara face to face dengan online system yang kita sebut Blended Learning. “Blended” yang berarti campuran adalah pembelajaran yang mencampurkan tatap muka dengan sistem online, sehingga kata Hybrid bisa dipadankan dalam istilah blended. Hybrid, seperti yang telah banyak diterapkan dalam dunia otomotif yaitu menggabungkan teknologi bahan bakar fosil dengan listrik seperti yang dilakukan oleh Nissan Leaf atau Nissan E-power atau Toyota Prius.
terimakasih atas tanggapan melda, dari paparannya dapat disimpulkan yakni ada 2 tantangan yang pastinya akan cukup sulit diatasi di era revolusi industri 4.0 /abad 21 ini yakni perubahan literasi teknologi yang cepat dan dinamis serta SDM guru yang masih menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi tersebut, nah melda menyebutkan bahwa salah satu solusi yang dapat diterapkan yakni blended learning (face to face and online learning), cocok kah model ini diterpakan di daerah? dan bagaimana sebenarnya contoh dalam pembeljaran kimianya blended learning ini?
Deletesaya sependapat dengan kakak melda bahwa Pertama SDM guru dan dosen yang kurang melek dalam literasi teknologi. Mereka disebut “Digital Immigrant” yaitu sebutan sebagai warga pendatang bagi dunia digital. Yang mereka hadapi adalah anak muda yang sudah sangat dekat dunia digital yang kita sebut dengan “Native Digital”. Yaitu, istilah penduduk aseli di dunia digital. Para pendidik merasa kehabisan energy untuk mengejar literasi data dan teknologi karena energy mereka tidak terlalu cukup untuk mengadaptasi dua literasi ini. Akhirnya, pendidik menyerah dan menutupi ketidak mampuan dengan menggunakan “dalil-dalil” konservatif yang dipaksa harus diterima oleh native digital. Kedua, literasi teknologi dan data adalah literasi yang sangat luas dan sangat cepat berubah. Data yang deras dan berhamburan di dunia digital membutuhkan energy yang sangat melelahkan untuk dianalisis. Membedakan the truth dan hoax, menelusuri mana yang referenced dan unreferenced, menyimpulkan kebenaran yang single atau yang multiple adalah beberapa kesulitan dalam literasi data. salah satu solusi untuk menghadapi tantangan ataupun dampak egatif era digital salah satunya dengan penerapan blended learning. Blended learning adalah solusi yang paling tepat diterapkan dalam dunia pendidikan.
Deletemenjawab masalah pertama, Implikasi dari perubahan paradigma arah pendidikan sendiri yaitu perubahan pembelajaran di kelas. Pembelajaran abad 21 memiliki beberapa ciri khas yang dijadikan prinsip. Prinsip-prinsip itu membawa arah perubahan pembelajaran: (1) dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa, (2) dari satu arah menuju interaktif, (3) dari isolasi menuju lingkungan jejaring, (4) dari pasif menuju aktif/ menyelidiki, (5) dari maya/ abstrak menuju konteks dunia nyata, (6) dari pembelajaran individu menuju pembelajaran berbasis tim, (7) dari luas menuju perilaku khas membudayakan hukum keterikatan, (8) dari stimulasi tunggal menuju stimulasi dari segala penjuru, (9) dari alat/media tunggal menuju multimedia, (10) dari hubungan satu arah menuju hubungan bersifat kooperatif, (11) dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, (12) dari usaha sadar tunggal menuju usaha jamak, (13) dari satu ilmu dan teknologi bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak, (14) dari control terpusat menuju otonomi dan kepercayaan, (15) dari pemikiran faktual menuju kritis dan (16) dari penyempaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
ReplyDeletesependapat dengan rini dalam menjawab permasalahan pertama bahwa Implikasi dari perubahan paradigma arah pendidikan sendiri yaitu perubahan pembelajaran di kelas. Pembelajaran abad 21 memiliki beberapa ciri khas yang dijadikan prinsip. Prinsip-prinsip itu membawa arah perubahan pembelajaran: (1) dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa, (2) dari satu arah menuju interaktif, (3) dari isolasi menuju lingkungan jejaring, (4) dari pasif menuju aktif/ menyelidiki, (5) dari maya/ abstrak menuju konteks dunia nyata, (6) dari pembelajaran individu menuju pembelajaran berbasis tim, (7) dari luas menuju perilaku khas membudayakan hukum keterikatan, (8) dari stimulasi tunggal menuju stimulasi dari segala penjuru, (9) dari alat/media tunggal menuju multimedia, (10) dari hubungan satu arah menuju hubungan bersifat kooperatif, (11) dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, (12) dari usaha sadar tunggal menuju usaha jamak, (13) dari satu ilmu dan teknologi bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak, (14) dari control terpusat menuju otonomi dan kepercayaan, (15) dari pemikiran faktual menuju kritis dan (16) dari penyempaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
DeleteREPLY
Saya sependapat dengan kk tri kk fanny bahwa pembelajaran berbasis ICT di indonesia masih kurang efektif. Karena di indonesia masih ada daerah2 yang tidak termasuk dalam daerah yg memiliki teknologi yg memadai. Salah satunya daerah terpencil yg blm msuknya jejaring indternet. Dan juga diindonesia pemakaian internetnya juga tdak terbatasi. Dan mumgkin sulit untuk di batasi karena luasnya dunia teknologi. Sehingga akan susah jika guru tidak mengimbangi juga perkembangan teknologi ini. Perlu adanya bimbingan atau arahan lagi untuk memanfaatkan pembelajaran berbasis multimedia ini.
ReplyDeleteSaya sependapat dengan saudari tri, fanny, fira dan rina bahwa di negara kita indonesia belum semua guru menguasai dan tersedia nya teknologi yang memadai untuk media pembelajaran agar lebih efektif
ReplyDeleteDari penjelasan rina dan fira di beritahukan bahwa sejatinya guru dapat mengembangkan potensi yg ada untuk pmebelajaran efektif yang seharusnya guru jg di tuntut untuk terus melwk informasi terbaru dan juga mengikuti perkembangan zaman, dan juga sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Guru di tuntut lebih fleksibel dan inovatif agar proses belajar mengajar lebih berkembangan sesuai dengan perkembangan zaman .
penerapan berbasis ICT belum bisa dilaksanakan dengan baik di Indonesia. Dikarenakan banyak daerah yang belum tersentuh internet. kalaupun daerah tersebut sudah bisa, gurunya sendiri yang tidak mampu menggunakan IT. Namun guru seharusnya mampu mengembangkan pembelajaran dengan model lain tanpa menggunakan IT.
ReplyDeletepada kurikulum 2013, aspek afektif sangat ditekan kan. memperbaiki sikap dan perilaku peserta didik. Penekanan pada proses pembelajaran diharapkan mampu mengurani dampak negatif penggunaan IT.
Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi abad 21 dimana kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berkembang begitu cepat memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pada proses belajar mengajar. Salah satu contoh kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi memiliki pengaruh terhadap proses pembelajaran ialah peserta didik diberi kesempatan dan dituntut untuk mampu mengembangkan kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi – khususnya komputer, sehingga peserta didik memiliki kemampuan dalam menggunakan teknologi pada proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai kecakapan berpikir dan belajar peserta didik.
ReplyDeletesaya sependapat dengan kak rahmah yang mengatakan bahwa "sejatinya guru dapat mengembangkan potensi yg ada untuk pmebelajaran efektif yang seharusnya guru jg di tuntut untuk terus melek informasi terbaru dan juga mengikuti perkembangan zaman, dan juga sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Guru di tuntut lebih fleksibel dan inovatif agar proses belajar mengajar lebih berkembangan sesuai dengan perkembangan zaman". jika ini dimiliki oleh guru akan tercipta suasana yang menyenangkan.
ReplyDelete